Oleh Barratut Taqiyyah, Dityasa H Forddanta - Rabu, 17 April 2013 | 08:12 WIB
JAKARTA. Daya tarik emas sebagai safe heaven sepertinya
mulai memudar beberapa bulan belakangan. Betapa tidak, jika selama 12
tahun berturut-turut emas berhasil mencatatkan kenaikan, namun era
tersebut seakan berakhir sejak awal tahun ini.
Sebagai gambaran, di sepanjang 2011 lalu, harga emas berhasil
membumbung sebesar 34%. Nah, di tahun itu pula, emas berhasil menorehkan
rekor harga tertingginya di posisi US$ 1.900,23 per troy ounce pada
Agustus 2011. Namun pada 2012, tenaga emas untuk mendaki mulai
berkurang.
Pada tahun lalu, emas hanya berhasil menorehkan kenaikan sebesar 11%.
Adapun harga rata-rata emas di sepanjang 2012 sebesar US$ 1.679 per
troy ounce. Kian melemahnya gerak harga si kuning mentereng ini
berlanjut hingga awal 2013.
Hingga akhirnya, pada akhir pekan lalu (12/4), emas memasuki pasar bearish.
Saat itu, harga kontrak emas jatuh hingga ke posisi US$ 1.483 per troy
ounce. Itu artinya, harga emas sudah anjlok 22% dari rekor tertingginya
pada Agustus 2011 lalu.
Sekadar mengingatkan, penurunan harga
emas yang mencapai 20% dari level tertingginya dapat dikatakan masuk ke
dalam definisi pasar bearish.
Aksi jual emas belum berhenti sampai di situ saja. Pada Senin (15/4)
di New York, mengutip data Bloomberg, pada pukul 13.51 waktu New York,
harga kontrak emas untuk pengantaran Juni terjerembab hingga 9,3% dan
ditutup pada posisi US$ 1.361,10 di Comex, New York. Ini merupakan
penurunan terbesar untuk kontrak paling aktif yang diperdagangkan sejak
17 Maret 1980 atau 33 tahun yang lalu!
Setelah menyentuh level
tersebut, harga emas menyentuh posisi US$ 1.348,50, yang merupakan level
terendah sejak Februari 2011. Transaksi perdagangan seluruh kontrak per
pukul 16.10 waktu setempat diperkirakan mencapai 684.502. Angka ini
melampaui rekor kontrak sebelumnya sebanyak 486.315 kontrak pada 28
November lalu.
Salah satu faktor yang memicu aksi jual emas
adalah perlambatan ekonomi China yang di luar perkiraan. Kondisi itu
menyebabkan investor cemas bahwa mereka akan membutuhkan lebih banyak
dana tunai untuk menutupi posisi investasi mereka.
"Saat harga semakin mendekati level biaya produksi di kisaran US$
1.200-an per troy ounce, investor mulai panik," jelas Jonathan Barratt,
pendiri Barratt's Bulletin.
Goldman Sachs Group Inc mengingatkan
kepada investor bahwa harga emas masih akan terus merosot setelah
mencatatkan reli dalam sembilan dekade terakhir. Analis Goldman seperti
yang dikutip Reuters, membeberkan, penurunan harga emas saat ini wajar dan sejalan dengan kenaikan bunga riil AS.
“Penurunan harga emas mencerminkan kombinasi dari membaiknya data
ekonomi AS, menurunnya ketidakpastian kebijakan AS, dan berkurangnya
kekhawatiran krisis utang Eropa,” jelas Goldman.
Terkait penjelasannya tersebut, Goldman merekomendasikan jual untuk
emas. Goldman juga memprediksi, harga emas akan semakin terjun bebas ke
kisaran US$ 1.200 per troy ounce dalam lima tahun mendatang.
Investor lebih memilih pasar saham
Sementara itu, Donald Selkin, chief market strategist
National Securities Corp di New York berpendapat, siapapun yang membeli
emas sebelum terjadi penurunan besar ini, pasti akan mengalami kerugian.
Menurutnya, persepsi yang harus diingat adalah emas tidak betul-betul
dibutuhkan lagi sebagai safe haven.
“Saat ini, pelaku pasar beralih ke pasar saham dan mereka benar-benar
terkejut. Apalagi tidak ada inflasi. Sehingga, banyak orang yang
berpikir buat apa membeli emas?" urai Selkin.
Barratt juga
berpendapat sama. "Momentum yang ada sekarang menyebabkan harga emas
masih akan diperdagangkan di level murah. Investor memilih untuk keluar
dari emas dan masuk ke pasar saham," jelasnya.
Argumen Barratt memang dapat dibuktikan dengan melihat pergerakan
pasar saham global. Salah satunya yakni indeks Standard & Poor's 500
yang menanjak ke rekor tertingginya pada 2 April lalu.
Jika
dihitung, sepanjang kuartal I 2013, indeks acuan bursa AS tersebut
mencatatkan kenaikan sebesar 10%. Sementara, pada periode yang sama,
harga emas merosot 4,6%.
Frank Lesh dari FuturePath Trading LLC memprediksi, secara teknikal,
harga si kuning kinclong akan terus melorot hingga menyentuh level US$
1.100 pada 2014 mendatang.
Lesh menjelaskan, rasio Fibonacci memberikan indikasi, penurunan yang
mencapai 76,4% dari level rekor US$ 1.923,70 pada September 2011 lalu
akan menyebabkan harga emas akan kembali menurun sebesar US$ 430.
“Jika harga emas turun di bawah harga level krusial yakni US$ 1.500,
kita akan melihat penurunan yang signifikan terhadap harga emas. Pasar
emas masih terlihat lemah. Kami melihat banyak dana yang keluar dari
emas,” papar Lesh, director FuturePath yang berbasis di Chicago.
Namun, pendapat berbeda diungkapkan oleh Wakil Kepala Riset Valbury
Asia Securities Nico Omer Jonckheere. Menurut Nico, dirinya masih sangat
bullish dengan harga emas dengan target harga US$ 8.000 per troy ounce dalam lima tahun ke depan.
“Waktu yang akan bicara apakah kita bersiap untuk meroket naik
sekarang ini, sehingga memberikan peluang beli yang sangat baik seperti
yang pernah terjadi sebelumnya pada periode akhir 1990an-2000an awal,
periode 2006-2007 serta di 2008-2009 saat krisis kredit. Yang menarik
adalah peluang beli dalam 3 periode tersebut masing-masing berlangsung
dalam 12 sampai 18 bulan,” urai Nico.
Nico menambahkan, faktor yang mendorong harga emas di antaranya
pencetakan uang oleh bank sentral dunia, permintaan investasi dari China
dan India, serta pembelian emas oleh bank sentral.
Renji Betari, Officer Development & Research Division Jakarta Future Exchange (JFX), berpendapat, penurunan harga emas belakangan ini ada kaitannya dengan beberapa aksi profit taking
di atas harga produksi emas yang sebenarnya hanya berada di level US$
1.000. Tapi, dirinya memprediksi, harga emas akan kembali naik dalam
waktu dekat. Dia meramal, dalam dua minggu ke depan, harga emas akan
naik dari sebelumnya US$ 1560 per ounce Troy menjadi US$ 1.588 per troy
ounce, dengan target terdekat US$ 1.600 per troy ounce.
"Belakangan
ini, emas memang memiliki tren menurun. Tapi saya rasa, posisi terakhir
di level 1.560 sudah menjadi support yang cukup kuat untuk kembali
rebound dalam waktu dekat," jelas Renji.
Untuk jangka panjang, wanita yang sempat menggeluti profesi wartawan
ini memperkirakan, target terdekat harga emas akan berada di level US$
1.600 per troy ounce. Pada level ini, emas akan melakukan konsolidasi di
level US$ 1.600 hingga US$ 1.620 per troy ounce pada Mei mendatang.
Level tersebut kembali naik dengan target optimis US$ 1.650 per troy
ounce pada Juni.
Pergerakan harga emas dalam negeri juga tidak
akan berbeda jauh dengan level-level tersebut. "Soalnya harga emas kita
masih mengacu harga emas internasional," pungkas Renji.
Ariston Tjendra, Head of Research Monex Investindo Future
memiliki pendapat yang berbeda. Dirinya tidak yakin jika harga emas akan
kembali menguat dalam waktu dekat. "Secara teknikal, pergerakan emas
masih berada di kanal penurunan. Tekanannya masih cukup kuat," tukas
Ariston.
Dirinya menambahkan, tekanan tersebut berasal dari
maraknya peralihan portofolio emas ke saham. Selain itu, tekanan juga
datang dari Siprus. Sebagaimana yang dtahui sebelumnya, Siprus dipaksa
menjual 10 ton cadangan emasnya senilai 15 juta euro sebagai jaminan
bailout. Kondisi ini membuat emas berada pada posisi oversupply.
"Pergerakan
ini juga tidak berbeda jauh dengan pergerakan harga emas di dalam
negeri. Kalau pun ternyata harga dalam negeri lebih mahal, itu karena
permintaan lokal tinggi," jelas Ariston.
Beli emas sekarang!
Meski harga emas terus
melorot, namun, sejumlah analis menilai saat ini merupakan waktu yang
tepat untuk berinvestasi emas. Nico merupakan salah satu di antaranya.
Dia mengakui, setelah support kuat emas antara US$ 1.520 dan US$ 1.530
per troy ounce tertembus, pasar emas memang menjadi bearish dalam jangka pendek.
“Level terendah sudah tercapai untuk tahun ini atau sudah sangat
dekat. Maka, saya merekomendasikan untuk membeli emas sekarang,” tegas
Nico kepada KONTAN. Nico juga menyarankan agar investor tetap saja
membeli emas pada dollar-cost averaging basis, apalagi dengan harga yang semakin murah saat ini.
Barratt juga percaya bahwa koreksi harga emas saat ini hanyalah
reaksi yang berlebihan oleh pelaku pasar. Menurutnya, penurunan emas
saat ini menawarkan posisi masuk yang bagus kepada investor.
"Untuk dana yang akan masuk ke sistem, Anda harus melihatnya untuk
jangka panjang bahwa stimulus akan menyokong harga emas," jelasnya.
Bagi Anda yang sudah terlanjur membeli emas saat harganya tinggi,
tidak usah panik. "Sebaiknya investasi untuk jangka panjang. Lebih baik
ditahan meski harga emas lagi turun," imbuh Ariston.
http://fokus.kontan.co.id/news/masuk-pasar-bearish-saatnya-berburu-emas/2013/04/17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar